Sejarah orang-orang Madura. Cerita suku Madura. Legenda di Madura. Kebudayaan Madura. Jalan-jalan ke Madura. Raja-raja Madura.

12.28.2014

BI Gelar Kampanye Nasional Non-Tunai Di Kampus



Tingkat Penggunaan uang tunai di Indonesia masih cukup tinggi. Padahal, masih besarnya pergerakan uang tunai mengeluarkan biaya yang cukup besar, yaitu mencapai 3 triliun. Hal ini mulai dari biaya proses cetak, proses distribusi hingga penghancuran. Karena itu, perlu diadakan sosialisasi penggunaan banyaknya manfaat penggunaan uang non-tunai ke tengah masyarakat.
 



Maka, dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan uang tunai, Bank Indonesia (BI) mencanangkan Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT). Terlebih, di tingkat negara-negara di ASEAN, Indonesia termasuk negara yang paling rendah dalam penggunaan uang non-tunai dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya.

Hal ini dikemukakan oleh Kepala Divisi Kebijakan dan Pengembangan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Yura Djalins dalam kampanye GNNT di Perguruan Tinggi Universitas Airlangga Surabaya, (24/08/2014).

Lebih lanjut ia mengatakan, selain demi menghemat anggaran, uang non-tunai juga dapat meminimalisir tindak kejahatan maupun tindak pidana pencucian uang (TPPU). “Sebab penggunaan uang tunai tidak tercatat, karenanya susah ditelusuri. Ini tentu berbeda dengan uang non-tunai. Semua transaksi tercatat dengan baik,” katanya dalam acara seminar GNNT di Universitas Airlangga (UNAIR), Surabaya, Minggu (24/08/2014). Selain itu, jelasnya, manfaat lain uang non-tunai sifatnya yang praktis sehingga tak perlu membawa banyak uang tunai, meningkatkan akses masyarakat ke dalam sistem pembayaran sehingga meningkatkan sirkulasi keuangan dalam perekonomian nasional, dan membantu usaha pencegahan serta identifikasi tindak kejahatan kriminal.

Namun demikian, program GNNT tidak lantas menghapus uang tunai. Posisi uang tunai tetap diperlukan. Hanya saja, porsi penggunaannya saja yang dikurangi. “Penggunaan uang tunai menjadi sebagai pelengkap dalam aktivitas transaksi di masyarakat,” tambahnya. Ia lantas menyebutkan presentasi transaksi ritel penggunaan uang tunai Indonesia dibandingkan negara-negara ASEAN yang paling tinggi, yaitu sekitar 99,4%. Sebagai perbandingan, di Thailand sekitar 97,2%, Malaysia 92% dan Singapura 55,5%.
Dengan alasan tersebut, BI kemudian mencanangkan gerakan GNNT pada 14 Agustus 2014 yang diikuti oleh penandatangan MoU oleh lima lembaga, yaitu Kementerian Keuangan (Kemenkue), Kementerian Kordinator Ekonomi (Kemenko Ekonomi), APPSI, dan Pemda DKI Jakarta.

Fokus di Kampus-Kampus

Untuk mempercepat proses penciptaan kesadaran pentingnya GNNT di tengah masyarakat, sebagai tahap awal BI memfokuskan kampanye GNNT di kalangan mahasiswa di tanah air.  Karena itu, BI menggelar GNNT di beberapa perguruan tinggi secara masif. Khusus wilayah Jawa Timur, BI menjadikan dua perguruan tinggi sebagai saran percontohan, yaitu Universitas Airlangga (UNAIR) dan Universitas Surabaya (UBAYA), dengan didiukung oleh 7 bank umum nasional yaitu Bank Mandiri, BRI, BNI, BCA, Bank Jatim, CIMB Niaga dan Bank Permata.

Alasan menjadikan perguruan tinggi sebagai pilihan kampanye GNNT, imbuhnya, karena mahasiwa merupakan kalangan muda yang mudah ikuti perkembangan, mereka mampu menyebarkan edukasi kepada lingkungan sekitar. Mereka memiliki kemampuan lebih untuk memberikan penjelasan yang mudah dimengerti di lingkungan masing-masing. “Mengubah kebiasaan masyarakat itu tidak gampang. Mahasiswa adalah kalangan terdidik yang diharapkan mampu menjadi yang mudah diedukasi dan dapat menularkan pengetahuannya pada lingkungan sekitar termasuk keluarga,” paparnya.

Kalangan mahasiswa dan segenap akademika, jelasnya, diharapkan menjadi agent of change untuk mendorong perubahan perilaku dalam bertransaksi, dengan memanfaatkan perkembangan teknologi system pembayaran yang saat ini terus berkembang. Beberapa perguruan tinggi sudah digelar kampanye GNNT, yaitu di 10 wilayah di Indonesia yaitu Makassar, Banjarmasin, Denpasar, Yogyakarta, Bandung, Palembang, Padang, Medan, Bogor, dan Surabaya.

“Harus dipahami, bahwa tantangan terbesar dari peralihan dari uang tunai menuju penggunaan non-tunai adalah mengubah kebiasaan masyarakat itu sendiri. Itulah alasan BI giat kampanye uang elektronik di kampus-kampus,” tegasnya.

Pemkot Surabaya

Dalam acara yang berlangsung di Surabaya, yaitu kampus UNAIR, BI juga menghadirkan Walikota Surabaya yang diwakili oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Pemkot Kota Surabaya, Imam Sonhaji. Menurut Sonhaji, Pemerintahan Kota (Pemkot) Surabaya sudah lama mengalihkan semua proses penggunaan uang tunai menuju penggunaan uang non-tunai. Tak hanya uang, tetapi juga dokumen, seperti kontrak kerja sama, dan penggunaan anggaran semuanya menggunakan proses elektronik.

“Bahkan, sejak tahun 2014, kita sudah menjalankan penggunaan uang non-tunai pada semua aspek.  Semua proses penganggaran, pengadaan jasa maupun kontrak, kita sudah elektronik semua,” terangnya. Hal itu dilakukan Pemkot Kota Surabaya dalam rangka meminimalisir peluang penyimpangan. Ia mencontohkan seperti ketika bendahara melakukan pembayaran terhadap kontraktor, yang harusnya senilai sejuta ternyata potensi dikurangi cukup potensial jika masih menggunakan uang tunai.

“Sebab, kita menyadari penggunaan uang non-tunai itu memang rawan penyimpangan. Ya kita memang perlu agak buruk sangka bahwa jika tidak kita awasi bakal muncul proses penyimpangan,” katanya.


Share:

Definition List

Unordered List

Support