Sejarah orang-orang Madura. Cerita suku Madura. Legenda di Madura. Kebudayaan Madura. Jalan-jalan ke Madura. Raja-raja Madura.

Duo Sejati dari Madura: Pangeran Trunojoyo Vs Raden Bugan

Memiliki takdir hidup hampir mirip. Kehilangan keluarga akibat konflik dan kekuasaan. Keduanya tumbuh menjadi pejuang tangguh. Mencintai rakyat sekaligus juga dicintai oleh rakyatnya. Rela bertaruh nyawa. Demi bangsa dan negaranya.

Joko Tole, Sang Pemimpin Besar Madura Kuno

Sejarah Madura kuno menyimpan banyak fakta sejarah. Fakta-fakta tersebut makin pudar ditelan zaman. Generasi muda Madura semakin tidak tahu keteladanan para leluhurnya terdahulu. Di antaranya adalah Joko Tole. Siapakah dia?

Pesona Ziarah Ke Madura

Pulau Madura memiliki fakta unik dan sangat menarik, yaitu pesona spiritual luar biasa yang tampak dari kebudayaan yang jauh lebih lekat dengan fenomena keagamaannya, seperti situs-situs ziarah yang banyak dikunjungi dari berbagai daerah.

Mencoba Sensasi Advan W90

Sudah lama saya bermimpi bisa menulis di mana pun saya berada. Tanpa perlu ribet membawa beban berat semacam laptop berikut kabel pengisi baterei. Advan Vanbook W90, ternyata cukup lumayan. Sayang, reviewnya sulit juga saya telusur di internet.

Wow, Batik Madura Tembus Dunia!

bagi orang Madura, batik bukan hanya soal busana. Tetapi juga soal gaya hidup. Berada di mana pun, kaum perempuan Madura tak pernah lepas dari yang namanya batik!

6.09.2015

Hebatnya Anak Indonesia: Di Jalanan Mereka Tetap Tumbuh!


poto : www.musicamoviles.com

Mengharukan. Bikin hati campur aduk antara ngenes, nelongso dan bangga. Mereka besar di jalanan. Hidup tak jelas. Pontang-panting mencari uang demi sesuap nasi. Tetapi lihatlah wahai para pemimpin, mereka tak kalah dari anak sekolahan!
Mula-mula, karena didorong kebosanan akut dan kejenuhan tingkat dewa dalam soal kerjaan, saya mencoba refreshing dengan cara mencari hiburan di Youtobe. Sebenarnya, saya suka melonggarkan pikiran dengan lagu-lagu dangdut, terutama lagu-lagu dangdut klasik. Tetapi khusus hari itu, saya butuh penyegar pikiran yang lebih fresh dan bikin hati tertawa.
Pilihan saya jatuh dengan mendengarkan dan menonton lagu-lagu para pengamen di bis-bis. Biasanya mereka amat kreatif merekayasa lagu demi memancing penumpang lebih tajir mengeluarkan isi kantong. Beberapa saya tonton. Benar-benar melegakan pikiran. Namun, tak sengaja saya memutar pengamen cilik. Tegar namanya.
Saya terkesima. Dengan usia masih kanak, caranya memainkan petikan gitar bikin saya tertegun. Belum lagi dipadu dengan suara dan gerak emosi yang kental. Saya dipukau-pulau dibuatnya. Belum puas, saya coba lagi mencari edisi Tegar lain.
Halah, amalakk. Rupa-rupanya saya ketinggalan peradaban. Nyatanya si Tegar sudah tenar. Sudah diundang ke mana-mana dan bahkan di beberapa stasiun televisi. Sial, batin saya. Maklum, soal TV, saya memilih berkata no way. Mending baca koran dan Kompasiana (hehehe).
Lalu saya mencoba mencari pengamen cilik yang lain. Ada beberapa yang berhasil saya temukan. Gila, batin saya lantang. Mereka bagus-bagus. Keren dan bikin kepala makpleng.
Siapa yang Mendidik Mereka?
Ini tanda tanya yang besar di kepala saya. Ya, siapa yang telah membangunkan bakat dan kemampuan anak-anak jalanan ini ke level jenius? Lebih-lebih jika mengamati kreativitas mereka dalam melakukan improvisasi petikan gitarnya. Lebih-lebih jika mengamati kreativitas mereka dalam menciptakan lagu-lagu sendiri.
Belum lagi bicara soal ketangguhan mereka dalam menerjang kerasnya kehidupan. Sudah pasti, anak-anak ini adalah generasi-generasi yang tangguh. Tangguh menghadapi rintangan dan tantangan. Hanya satu kekurangan mereka, berada di jalan.
13875135121507187364
doc | rizalsatriap.blogspot.com
Di jalanan mereka tumbuh apa adanya. Andai saja mereka diperhatikan oleh para pemimpin, harusnya mampu memberikan para pemimpin banyak pencerahan. Bahwa tanpa harus sekolah pun, mereka tetap belajar. Mereka tetap mampu mengembangkan diri.
Ini apa artinya? Secara tak sadar, para pemimpin dan juga kita semua telah terlalu menyepelekan potensi emas generasi bangsa ini. Tidak memberi sentuhan terbaik untuk mereka. Korupsi dan politik primordial benar-benar telah mematikan keseluruhan potensi bangsa.
Siapa yang akan melanjutkan bangsa ini, jika bukan mereka? Sampai saat ini, saya masih dalam tanda tanya besar. Adakah anak-anak sekolahan yang berprestasi melebihi prestasi anak-anak tanpa asuhan ini?; melahirkan karya orisinil, dan tangguh daya juangnya?
Kalau pun ada, tidakkah anak-anak sekolahan yang berprestasi tersebut kemudian menjadi berprestasi, karena memang mereka memiliki cara belajar yang khas, yaitu otodidak?
Sistem yang Mengkerangkeng
Berita terakhir, saya membaca sistem UN mulai dilonggarkan. Bagi saya, ini kabar baik. Meski, menurut saya pribadi, sudah selayaknya UN ditinggalkan. Apa pasal? Kecerdasan, bakat, dan model belajar anak berlainan. Bukan hanya itu, sebaiknya model ujian sekolah mulai diperbaiki.
Sistem ujian dengan model pilihan A-B-C-D, sejatinya telah mematikan potensi anak untuk melakukan olah pikir, olah improvisasi, dan olah orisinalitas pemikiran mereka. Model pilihan A-B-C-D membuat anak memiliki cara pandang kemutlakan. Bahwa kebenaran dan peluang hanya ada satu saja. Tidak mungkin masih terdapat peluang lain.
Pada gilirannya, anak tak diajak untuk berlatih menganalisis, menemukan jawaban-jawaban baru versi mereka sendiri. Maka, inilah menurut saya, sumber merebaknya perilaku contek-mencontek di kalangan siswa, dan meluasnya perilaku copy paste di kalangan Mahasiswa, bahkan di kalangan dosen.
Apa yang mereka cari dari perilaku buruk contek-mencontek dan copy paste? Ya apalagi kalau bukan, agar seragam dengan pengetahuan si penulis soal-soal ujian? Lha, kalau tak sama bakal dicoret dengan spidol merah. Ancaman nilai akademis bisa bubrah.
Ya inilah sebuah perilaku manipulatif, yang puncaknya adalah tindakan korup di banyak lini. Mencopy paste kesuksesan dengan cara-cara A-B-C-D. Mau cari pekerjaan, sulit, ya pilihan cuma adanya satu saja biar cepat suksesnya. Korupsi.
Merangsang Polah Korupsi
Disadari atau tidak, perilaku korup sejatinya adalah cerminan olah pikir yang dikerangkeng. Pengen meraih kesuksesan, tetapi sebab daya pikir yang sejak dini sudah terkerangkeng, menjadikan mereka (kita) tidak tahu cara-cara yang paling baik dan paling mudah untuk meraih kesuksesan, karena sejak awal daya pikir sudah dikerangkeng oleh sistem.
Maka, cara paling aman ditempuh untuk memaksimalkan daya otak demi hidup yang lebih bahagia adalah dengan menggunakan cara-cara siluman, bernama korupsi. Karenanya, selama sistem pendidikan masih membanggakan Ujian Pelajaran dengan menggunakan model memilih jawaban yang ditentukan via A-B-C-D dalam soal-soal ujian, takkan ada prestasi (karya) jenius dari kalangan Pelajar, bahkan tingkat Mahasiswa sekalipun.
Kalau pun itu ada, pasti ia memiliki ciri-ciri khas sebagai sosok penuntut ilmu yang otodidak. Ujian via A-B-C-D sebenarnya mematikan potensi kecerdasan otak. Karena ia melarang para penuntut ilmu untuk melakukan improvisasi, olah nalar, olah kreativitas, dan olah optimisme orijinalitas gagasan.
Maka, ujian A-B-C-D adalah rezim Otoriter, yang melahirkan generasi-generasi yang makin terampil dalam strategi lihai contek-mencontek dan tradisi siluman bernama copy-paste. Sistem pendidikan saatnya diperbarui!
Apakah memang benar demikian? Ah, ini hanyalah curahan pendapat saja. Kegelisahan yang terpendam yang selama ini bak api dalam sekam. Masih perlu diteliti. Perlu dishare dan diberikan kesimpulan akhir ...
Share:

6.06.2015

Warning: Anak Pintar Rentan Gagal!

Jangan bangga dulu, bila anak memiliki prestasi akademik yang tinggi. Tes IQ-nya melejit. Terlebih, maniak baca buku pelajaran. Hal itu bukan sinyal ia bakal sukses. Sebaliknya, ia berpeluang besar gagal dalam menata masa depannya.
Apa pasal? Prestasi akademik hanya berisi soal teori-teori kurikulum di sekolah. Kerja keras menguasainya sepanjang usia anak, hanya membuatnya hapal di luar kepala mata pelajaran di sekolah. Sedangkan konten pelajaran tidak berkaitan dengan prestasi menjalani kehidupan. Dan lebih-lebih, sekolah cenderung mengistimewakan pelajaran-pelajaran tertentu, yaitu anak akan dibilang keren, istimewa, jenius dan berpretasi apabila ia dapat hapal di luar kepala teori-teori pelajaran matematika, fisika, biologi, dan pelajaran lainnya yang sejenis.
Sementara pelajaran lain, seperti sejarah, bahasa, seni-sastra, dan olahraga dianggap pelajaran sambilan yang tak terlalu penting, apalagi istimewa. Semua orang tentu sepakat, akan lebih bangga bila anak menguasai pelajaran matematika atau fisika ketimbang ia jenius di bidang penguasaan sejarah, bahasa, atau seni dan sastra.
Sifat dasar dari fisika dan matematika adalah aspek kemutlakannya. Satu tambah satu sudah pasti dua. Tak ada peluang lain bahwa bisa saja satu-satu bisa berbuah empat, lima dan tujuh. Dalam proses pembentukan cara berpikir, anak kemudian secara tak langsung ditanamkan kebenaran dan jalan menuju kebaikan itu absolut. Mutlak. Semua seragam. Tak boleh ada perbedaan, karena semua sudah baku.
Bandingkan dengan pelajaran bahasa, sejarah atau seni-sastra. Anak dikenalkan adanya banyak bahasa yang berbeda-beda. Tidak seragam. Satu daerah dengan daerah lain bisa berlainan. Dalam pelajaran sejarah pun demikian, setiap daerah dan bangsa memiliki pengalaman sejarah yang berlainan.
Di dalamnya juga terdapat proses sejarah tentang kejayaan dan keruntuhan sebuah bangsa. Sehingga menanamkan tentang nilai sebuah peradaban bisa tegak dan tiba-tiba ia bisa hancur. Pada pelajaran seni dan sastra, konten yang diberikan tentang nilai-nilai rasa dan spiritual. Keindahan di balik sesuatu yang berada di alam sekitar.
Karena itu, juga dikenal pepatah klasik, di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Di mana pun kita berada, harus selaras dengan nilai yang kita tempati. Mereka memiliki perbedaan menilai dan menyikapi beberapa masalah, yang barangkali berbeda dengan nilai yang dianut.
Bandingkan dengan pelajaran matematika dan fisika. Kemutlakan rumus adalah ciri khasnya. Di mana pun ia berada, semuanya sama. Seragam. satu tambah satu sudah pasti dua, tak ada peluang kebenaran yang lain. Kebenaran itu adanya hanya saja satu saja. Padahal, kebenaran itu sendiri amat relatif. Satu daerah atau bangsa bisa berbeda satu sama lain.
Anak Pintar Potensi Gagalnya Besar?
13889823901728462271
doc | www.zenius.net
Ulasan ini, berangkat dari penelitian Daniel Goleman. Ilmuwan yang menggemparkan dunia modern dengan teori kecerdasan emosinya (emotional quotient: EQ). Menurut penelitian Goleman, semakin tinggi skor kecerdasan intelektual (intelectual quotientl IQ) anak-anak, ternyata kecerdasan emosinya malah bertambah menurun. Bahkan, sebut Goleman, dalam survei yang dilakukan secara besar-besaran, menemukan fakta bahwa anak-anak generasi zaman sekarang lebih sering mengalami masalah emosi ketimbang generasi sebelumnya.
Anak zaman ini, tegas Goleman, mereka cenderung tumbuh dalam kesepian, depresi, lebih mudah marah, lebih sulit diatur, lebih gugup, mudah cemas, lebih impulsif dan agresif. Juga ditemukan fakta, orang ber-IQ tinggu sering menunjuykkan kinerja yang buruk dalam pekerjaan, malah orang dengan IQ sedang justru sangat berpretasi.
Mengutip hasil studi psikolog University of Vermont, yaitu Dr. Thomas Achenbach, Goleman menyebutkan tanda-tanda paling jelas adalah bertambahnya masalah-masalah kaum muda, seperti putus asa terhadap masa depan, penyalagunaan obat bius, kriminalitas, tindak kekerasan, kehamilan tak diinginkan, kenakalan dan putus sekolah. Kabar buruknya, tanda-tanda ini sudah mendunia di kalangan generasi muda.
Lantas apa alasan IQ tinggi malah berpotensi negatif? Alasan utama yang saya simpulkan secara subjektif, pertama; adalah mengabaikan kecakapan diri secara emosional. Kecakapan emosional yang dimaksud adalah, empati diri, disiplin diri, inisiatif, pengaturan diri dari gejolak diri secara emosional. Sedangkan pada anak dengan IQ tinggi, mereka lebih melatih daya pikir logis dan matematisnya, sedangkan perjalanan kehidupan cenderung memberikan pengalaman yang kadang tak logis dan tak bisa dikalkulasi. Maka, pada saat mengalami kejadian yang membuntukan nalar, mereka jadi lemah dan putus asa.
Kedua, tak semua anak mampu menguasai pelajaran istimewa alaorang modern, seperti matematika dan fisika. Masing-masing anak, seperti diteliti Gardner, memiliki potensi dan bakat yang berlainan. Satu sama lain memiliki potensi yang beragam. Namun dalam sistem sekolah, semua anak diseragamkan. Cara belajarnya, cara berpikirnya, bahkan cara mendapatkan nilai terbaik. Anak yang bakat di bidang bahasa, tentunya dia perlu habis-habisan agar mampu menguasai pelajaran matematika dan fisika. Tak heran, pemegang juara kelas hanya itu-itu saja. Dan siswa yang dianggap bodoh juga yang itu-itu saja.
Ketiga, sekolah tak mengajarkan anak cara menghadapi ujian kehidupan, tetapi memfokuskan mereka menghadapi ujian di atas kertas. Anak dengan nilai ujian kertas yang jelek, maka ia berhak menyandang gelar, anak bodoh, anak bebal, dan seterusnya. Simbol angka merah adalah contohnya, di mana anak dilarang memiliki angka merah dalam tugas-tugasnya. Cap anak bodoh adalah simbol tersirat pelarangan tersebut. Ini juga berarti, sekolah melarang anak gagal sama sekali.
Sedangkan dalam kehidupan nyata, kegagalan adalah bagian dari kondisi yang alamiah. Semua orang pasti dihadapkan pada beberapa kegagalan. Dalam hal ini, yang diperlukan sebenarnya bukan antipati dan melarang gagal, tetapi bagaimana menerima kegagalan dan membuat kerja keras baru demi meraih keberhasilan dengan belajar dari kegagalan sebelumnya.
Dalam pengalaman hidup sehari-hari, sudah bisa ditebak. Banyak anak-anak pintar zaman sekarang memang gampang stres, berduka, galau, gampang berkeluh-kesah ketimbang fokus menemukan solusi, sedikit-sedikit suka main debat asal menang argument, mudah marah, mudah sentimentil hingga mengeluarkan sumpah serapah ketika merasa tersinggung dan pandangannya tak diterima, sulit toleran pada perbedaan pendapat, sukar menerima adanya kenyataan lain yang berbeda, dan lain sebagainya.
Nah, dalam posisi yang demikianlah, anak-anak yang pintar lantas mengalami rentan gagal dalam menapaki masa depan mereka. Sebab, mereka menjadi frontal dan tak mudah menerima keadaan. Karena sulit menerima keadaan, sedangkan yang namanya keadaan tak bisa diganggut-gugat, maka hasilnya adalah kondisi depresi. Dan lari dari masalah, bukan menyambutnya dengan hati terbuka.
Parahnya, saya juga termasuk di dalamnya...(bersambung di lain peluang)
13889824681943180787
doc | vanskoe.blogspot.com
Note: pertama kali ditulis di Kompasiana
Share:

Definition List

Unordered List

Support