Debat
menjadi salah satu di antara cara menyelesaikan masalah tertentu. Tanpa
debat, rasa-rasanya sebuah obrolan jadi tak seberapa garing. Tetapi,
apa sebenarnya keuntungan dari perdebatan? Benarkah ia mampu memecahkan
masalah?
Apa
itu debat? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) debat diartikan
sebagai pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan
saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing.
Diamati dari KBRI, maka poin penting dari debat adalah upaya
mempertahankan pendapat masing-masing.
Dalam buku Retorika, Dori Wuwur, ia menjelaskan debat adalah
saling adu argumentasi antar pribadi atau antar kelompok manusia dengan
tujuan mencapai kemenangan untuk satu pihak. Poin yang bisa disimpulkan
dari Wuwur adalah mencapai kemenangan untuk satu pihak.
dari Wuwur adalah mencapai kemenangan untuk satu pihak.
Jika diambil aspek inti dari definisi KBBI dan Wuwur, maka memiliki dua simpul yang serupa: harus ada yang menang. Jika
pihak yang dianggap kalah masih ngotot merasa pandangannya benar, maka
ia harus mencari argumen yang lebih kuat dari pihak yang menang.
Dari
sini sudah terlihat, debat tidak bicara soal kebenaran. Ia bicara
tentang kemenangan. Karena ia bicara soal kemenangan, maka ia tidak
terlalu peduli apakah fakta yang ia ajukan adalah sesuatu yang memang benar.
Maka kesimpulannya....
“Ah, nggak segitunya kaleee...”
Aku
berhenti mencatat. Mendadak muncul sesuara. Lalu suatu hembusan napas
menerpa bahu. Seseorang sudah berdiri di belakang kursi. Wow, Pakde
Descartes muncul. Ini tentu sangat menarik. Tokoh silam yang ternama.
Harus diajak debat. Mumpung dia lagi mau diajak bicara.
doc | sketchoholic.com |
“Maksudnya
bagaimana Pakde?” aku bertanya. Pakde Cartes menyeret kursi, lalu duduk
tengkurap. Aku menunggunya menyahut. “Berdebat itu sebenarnya tak
melulu bicara soal harus menang lho. Kalah juga nggak apa-apa kok. Debat
itu kan juga bisa menjadi salah satu strategi untuk menyampaikan
sesuatu yang benar? Bukankah begitu bukan?” kata Pakde Cartes semangat.
“Loh memang nyatanya kan rata-rata begitu lho Pakde...”
“Bukan soal debatnya le. Tapi soal olah pikirnya itu lhoo...”
“Olah pikir? Olah pikir bagaimana Pakde? Olah pikir biar menang terus, begitu?”
Pakde Cartes langsung terbahak.
“Lho,
ketinggalan peradaban kamu. Dengan debat, sebenarnya sama saja kau
sedang belajar menata apa-apa yang benar. Kebenaran yang benar itu harus
masuk akal. Benar saja tak cukup, jika akalmu tak mampu mencernanya.
Bukankah begitu bukan?”
Aku manggut-manggut. Ada benarnya Pakde Cartes ini.
“Nah
gitu dong. Gimana sih, wong udah kubilang sejak jaman Nabi Daud. Ingat,
hanya dengan berpikir maka manusia menjadi ada. Teradakan. Segala
sesuatu bisa dibaca. Bisa dipahami. Lhaa, ngomong kebenaran kok susah
dipahami? Ndobos namanya le... “
“Waduh, saya ini bukannya sedang ndobos Pakde...”
“Loh, aku kan tak bilang kamu ndobos?”
“Lha barusan...”
“Wuah, miskomunikasion kamu le. Ndobos itu artinya.. “
“Wis-wis. Mbok sing waras ngalah..”
Tiba-tiba muncul Petruk menyela obrolan. Ia mengambil catatanku dan menaruhnya di atas lemari.
“Ngopi dulu ... “ kata Petruk lantas. Pakde Cartes cuma mesem-mesam.
doc--abhimayunarendra.blogspot.com |